ANALISA BANK INDONESIA
Padang, Singgalang
Badan Pusat statistik (BPS) pada Maret 2011 mencatat, angka kemiskinan di
Sumbar tersisa 9,04 persen atau 442.082 jiwa dari jumlah penduduk daerah ini.
Data yang dirilis BPS pada Juli 2011 itu menunjukan angka kemiskinan di Sumbar
terendah sejak 10 tahun terakhir.
Pada kurun waktu 10 tahun terakhir, kemiskinan di Sumbar tertinggi terjadi
pada 2001 dan 2006 lalu. Hal ini menurut tim kajian ekonomi regional (KER) Bank
Indonesia (BI) Padang terjadi
karena dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Di tahun itu, angka
kemiskinan masing-masing tercatat sebesar 15,21 persen dan 12,51 persen.
Mulai menurunnya angka kemiskinan di Sumbar mengindikasikan program
pengentasan kemiskinan di daerah ini terbilang berhasil. Pada jangka panjang,
tim kajian ekonomi regional BI ini seperti yang disampaikan Deputi BI Padang,
M. Emil Akbar dalam pengantar buku KER memperkirakan penurunan tingkat
kemiskinan di daerah ini akan searah dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi dan
inflasi. Hal tersebut tergambar dalam peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
dalam periode 2002-2011 yang diikuti penurunan penduduk miskin. Selain itu,
kestabilan harga juga diperkirakan mampu mendorong penurunan tingkat
kemiskinan.
Pada buku KER yang diterbitkan BI Padang, juga tergambar di 2011 ini, penurunan
tingkat kemiskinan berasal dari pedesaaan. Dimana presentasi penduduk miskin di pedesaan menurun dari 10,88 persen
pada 2010 menjadi 10,07 persen pada 2011. Tapi tidak demikian dengan perkotaan.
Di perkotaan tingkat kemiskinan justru meningkat dari 6,84 persen menjadi 7,42
persen.
Peneliti Muda Senior BI Padang,
Agung Bayu Purwoko kepada Singgalang Selasa (20/9) memaparkan membaiknya
tingkat kemiskinan di pedesaan diperkirakan disebabkan meningkatknya harga
komoditas pertanian khususnya perkebunan pada 2010-2011 yang cukup tinggi.
Bahkan, ini juga diakui perusahaan sektor perdagangan yang meningkatkan
penjualannya ke daerah perkebunan, seperti Dharmasraya dan Pasaman Barat.
Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi di daerah ini pada triwulan II – 2011 diperkirakan melambat. Hal ini
merupakan proses kembalinya pertumbuhan ekonomi menuju keseimbangannya
pascarecovery. Realisasi pertumbuhan ekonomi secara tahunan (yoy) di triwulan
II – 2011 ini sebesar 6,48 persen atau lebih rendah dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya sebesar 7,87 persen.
Inflasi Sumbar menunjukan tren
menurun. Di triwulan II ini, secara tahunan inflasi Kota Padang berada pada
level yang cukup rendah di bawah angka inflasi nasional, yakni 4,82 persen.
Sedangkan, secara triwulan mengalami deflasi -0,89 persen. ”Kecukupan pasokan
bahan makanan menjadi faktor utama yang mempengaruhi rendahnya inflasi,”
jelasnya.
Singgalang, September
2011