PADANG – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
kembali memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan Pemprov Sumbar 2011.
Opini ini sama dengan 2010, karena BPK masih menemukan beberapa
kesalahan yang sama.
“Tanpa mengurangi keberhasilan yang
sudah dicapai Pemprov pada 2011 dalam laporan keuangan, kami masih
menemukan beberapa kesalahan yang berulang,” kata Kepala BPK RI
Perwakilan Sumbar, Betty Ratna Nuraeny dalam Rapat Paripurna Istimewa
DPRD, Senin (23/7) di ruang sidang utama DPRD.
BPK disampaikannya masih menemukan
sejumlah kesalahan pada penganggaran dan realisasinya,terutama terkait
belanja modal yang mencapai Rp39,7 miliar. Kemudian investasi aset tanah
yang tidak disesuaikan dengan harga wajar pada saat peroleh tanah
sesuai standar akuntasi pemerintah. Aset tanah tersebut masih dihitung
berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2010 yang pada waktu
penilaian dilakukan senilai Rp153,66 miliar.
“Dari itu, Pemprov melalui inspektorat kami minta agar lebih mengawasi dan melakukan pengendalian,” sarannya.
Kelemahan yang juga menyebabkan opini WDP
adalah karena Pemprov menyajikan nilai penyertaan modal pada PT BCS
sesuai nilai aset yang diserahkan berdasarkan hasil penilaian perusahaan
jasa penilai (appraiser) per 30 Desember 2011, yakni Rp125,54 miliar.
Kelemahan pertama, karena saat appraiser melakukan inspeksi untuk tujuan
penilaian terdapat aset yang diinspeksi berupa gedung masih dalam
proses pengerjaan dengan nilai kontrak Rp25,73 miliar. Kemudian 7
Desember 2011, nilai kontraknya diaddendum menjadi Rp28,04 miliar.
Sementara gedung baru dapat diselesaikan pekerjaannya 24 Desember 2011.
Kelemahan kedua, terkait kepemilikan Pemprov pada PT BCS melebihi 50
persen, sehingga penyajian nilai penyertaan modal seharusnya menggunakan
equity method, bukan cost method seperti yang dilakukan pemprov.
Hal lain yang menyebabkan status WDP,
karena Pemprov tidak menyajikan aset tidak berwujud yang merupakan
bagian dari kelompok aset lainnya dalam neraca per 31 Desember 2011.
Pemprov mengadakan dan memiliki software maupun hasil penelitian, namun
tidak melaksanakan pencatatan yang memadai dan tidak melakukan
inventarisasi terhadap sofware dan hasil itu tidak disajikan dalam aset
tidak berwujud.
“BPK mengindentifikasi keberadaan
sofware dan hasil penelitian minimal senilai Rp6,51 miliar pada enam
satu kerja pemprov yang seharusnya diakui sebagai aset tak berwujud,”
kata Betty.
Pemprov disampaikan Betty telah melaporkan
Investasi Non Permanen Lainnya Rp10,46 miliar. Namun hal itu belum
berdasarkan nilai yang dapat direalisasikan (net realizable value)
sesuai standar akuntansi pemerintah.
“Belum ada kebijakan pemprov yang mengatur tentang metode penyajian investasi non permanen,” katanya lagi.
Sementara permasalahan terkait kepatuhan
perundang-undangan juga menjadi temuan BPK, antara lain pada belanja
bantuan sosial minimal Rp21,325 miliar yang diberikan kepada pihak-pihak
yang tidak mempunyai risiko sosial. Seterusnya pajak kendaraan bermotor
atas kendaraan bermotor yang tidak mendaftar ulang pada saat jatuh
tempo dan telah kadaluarsa penagihannya mencapai Rp23,910 miliar.
Selanjutnya, kekurangan volume pekerjaan Rp658,285 juta pada pembangunan
lanjutan kantor penghubung.
Walau masih WDP, BPK tetap memberikan
apresiasi atas upaya dan kerja keras pemprov. Dibandingkan 2010, laporan
keuangan 2011 telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, yakni jumlah
akun yang tidak wajar (pengecualian) mengalami penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya. Kemudian pengungkapan informasi keuangan dana Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK) sudah mengalami perbaikan.
Rekomendasi
Betty menyebutkan, rekomendasi yang
diberikan BPK harus ditindaklanjuti paling lambat 60 hari sejak
penyerahan LHP ke DPRD Sumbar. “Rekomendasi ini tidak akan ada
manfaatnya jika tidak ditindaklanjuti dengan efektif. Untuk itu, kami
harapkan laporan keuangan yang belum sesuai ditindaklanjuti sesuai
dengan tata tertib keuangan dan taat pada Undang-Undang,” pesannya.
Gubernur Irwan Prayitno usai rapat
paripurna tersebut, tetap bersyukur mendapat opini WDP. “Alhamdulillah
masih WDP. Bila dibandingkan 2010, itemnya sudah berkurang meski ada
beberapa hal yang masih menjadi catatan,” katanya.
Dia optimis dengan berbagai perubahan
dan pengendalian yang dilakukan, pada APBD 2012 akan mendapatkan opini
wajar tanpa pengecualian seperti harapannya pada 2011 lalu.
“Kami tetap melakukan pengendalian,
bahkan sejak mendapatkan draft LHP BPK ini pada minggu lalu, kami sudah
melakukan pengendalian dan insya Allah sudah selesai sesuai waktu yang
diberikan, yakni dua bulan dari sekarang,” katanya.
Ketua DPRD Yultekhnil menilai upaya
pemprov mendapatkan opini WTP sudah ada. Sayangnya masih tersandung
dengan beberapa masalah serupa, terutama masalah aset dan bantuan
sosial. Untuk itu, terkait aset, dia meminta pemprov melalui Biro Aset
benar-benar bekerja dengan baik, sehingga masalah ini tidak lagi menjadi
batu sandungan dalam meraih WTP.
Untuk menindaklanjuti LHP ini, DPRD juga sudah membentuk pansus yang beranggotakan 12 anggota DPRD .(104)
Singgalang 24 Juli 2012
25 Juli 2012
LAPORAN KEUANGAN 2011: Sumbar Kembali Raih WDP
Rabu, Juli 25, 2012
Keuangan Daerah, Prestasi dan Penghargaan