Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Gubernur Sumbar
Ada yang
menarik saat berkunjung ke berbagai pelosok desa di Sumatera Barat. Saat
acara pertemuan sering terlihat sejumlah ibu-ibu menggendong bayi.
Cukup banyak jumlahnya. Pemandangan itu jamak terlihat, terutama di
desa-desa terpencil.
Tertarik
dengan hal tersebut, saya mendekati seorang ibu dan bertanya, “Buk, ini
anak yang ke berapa?”. Dengan malu-malu si ibu menjawab, “anak ke lima
Pak.” Ketika ditanya lagi mana yang lebih dia sukai punya anak lima atau
punya anak dua saja. Dengan tegas dan yakin dia mengatakan lebih
menyukai punya dua anak saja. Alasannya, punya anak banyak cukup
merepotkan dan butuh biaya banyak.
Lalu kenapa
mereka memilih punya anak banyak? Jawaban mereka adalah tidak memiliki
pengetahuan bagaimana cara membatasi jumlah anak dan malu untuk
bertanya. Sebagian lainnya beralasan merasa takut menggunakan alat
kontrasepsi atau dilarang suami. Namun kesimpulan dari semua jawaban itu
adalah mereka punya anak banyak bukan disengaja dan tanpa direncanakan.
Menurut
penilaian BKKBN Pusat hingga tahun 2010 Provinsi Sumatera Barat
menempati urutan 33 di Indonesia (juru kunci) dalam pelaksanaan program
Keluarga Berencana, jumlah kelahiran anak per keluarga rata-rata saat
itu adalah 3,4. Namun pada tahun 2012 Sumbar secara mengejutkan berhasil
menempati urutan ke-16 dan jumlah kelahiran per orang turun menjadi
2,6.
Hasil
tersebut diperoleh melalui upaya kerja keras dan serius, melibatkan
berbagai stake holder, koordinasi dengan pemerintah kota dan kabupaten,
penganggaran, sosialisasi ke masyarakat, rapat-rapat dan berbagai
pendekataan lainnya. Atas keberhasilan melaksanakan program dan
memperbaiki kondisi tersebut Provinsi Sumatera Barat diberi penghargaan
sebagai Propinsi Pengelola Keluarga Berencana Terbaik Nasional dua pekan
lalu.
Prestasi itu
tentu tak boleh hanya berhenti sampai di sana. Membangun keluarga
haruslah dilakukan secara berencana, diikuti dengan komitmen menciptakan
keluarga yang harmonis, cukup nafkah lahir dan bathin serta bertekad
untuk menciptakan keluarga yang sakinah mawadah warahmah, sejahtera
lahir dan bathin.
Jika sudah
bertekad untuk memiliki anak banyak, maka harus diikuti dengan kerja
keras untuk mencukupi kebutuhan mereka serta mempersiapkan masa depan
yang baik untuk hidup mereka di kemudian hari. Jangan sampai yang
terjadi adalah gara-gara tidak ada kegiatan dan hiburan di malam hari,
suami istri lebih banyak kegiatan dalam kamar di rumah.
Akibatnya
lahirlah anak yang di luar perencanaan. Karena di luar perencanaan dan
di bawah batas kemampuan ekonomi, ditambah daya juang memperbaiki
ekonomi juga lemah, maka masa depan anak-anak tersebut tidak mampu
mereka siapkan dengan baik. Anak-anak mereka tidak memperoleh pendidikan
yang memadai atau putus di tengah jalan, mereka gagal memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Hal ini
terjadi dan berulang terus menerus. Satu generasi melahirkan dua, tiga,
empat atau lima generasi yang tidak jauh berbeda dengan generasi
sebelumnya. Jika hal ini terus dibiarkan jumlahnya akan terus bertambah
secara deret ukur seperti teori yang dikemukakan Maltus. Dari satu
menjadi empat, empat menjadi enam belas dan seterusnya.
Mata rantai
seperti ini harus segera dipangkas. Membina keluarga haruslah berencana
dan bertanggung jawab. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi di
Sumatera Barat. Tegakah kita melahirkan dan membiarkan lahirnya generasi
seperti contoh di atas tadi?
Singgalang 15 Februari 2013