24 Februari 2013

Keluarga Berencana

Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar

Ada yang menarik saat berkunjung ke berbagai pelosok desa di Sumatera Barat. Saat acara pertemuan sering terlihat sejumlah ibu-ibu menggendong bayi. Cukup banyak jumlahnya. Pemandangan itu jamak terlihat, terutama di desa-desa terpencil.

Tertarik dengan hal tersebut, saya mendekati seorang ibu dan bertanya, “Buk, ini anak yang ke berapa?”. Dengan malu-malu si ibu menjawab, “anak ke lima Pak.” Ketika ditanya lagi mana yang lebih dia sukai punya anak lima atau punya anak dua saja. Dengan tegas dan yakin dia mengatakan lebih menyukai punya dua anak saja. Alasannya, punya anak banyak cukup merepotkan dan butuh biaya banyak.

Lalu kenapa mereka memilih punya anak banyak? Jawaban mereka adalah tidak memiliki pengetahuan bagaimana cara membatasi jumlah anak dan malu untuk bertanya. Sebagian lainnya beralasan merasa takut menggunakan alat kontrasepsi atau dilarang suami. Namun kesimpulan dari semua jawaban itu adalah mereka punya anak banyak bukan disengaja dan tanpa direncanakan.

Menurut penilaian BKKBN Pusat hingga tahun 2010 Provinsi Sumatera Barat menempati urutan 33 di Indonesia (juru kunci) dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana, jumlah kelahiran anak per keluarga rata-rata saat itu adalah 3,4. Namun pada tahun 2012 Sumbar secara mengejutkan berhasil menempati urutan ke-16 dan jumlah kelahiran per orang turun menjadi 2,6.

Hasil tersebut diperoleh melalui upaya kerja keras dan serius, melibatkan berbagai stake holder, koordinasi dengan pemerintah kota dan kabupaten, penganggaran, sosialisasi ke masyarakat, rapat-rapat dan berbagai pendekataan lainnya. Atas keberhasilan melaksanakan program dan memperbaiki kondisi tersebut Provinsi Sumatera Barat diberi penghargaan sebagai Propinsi Pengelola Keluarga Berencana Terbaik Nasional dua pekan lalu.

Prestasi itu tentu tak boleh hanya berhenti sampai di sana. Membangun keluarga haruslah dilakukan secara berencana, diikuti dengan komitmen menciptakan keluarga yang harmonis, cukup nafkah lahir dan bathin serta bertekad untuk menciptakan keluarga yang sakinah mawadah warahmah, sejahtera lahir dan bathin.

Jika sudah bertekad untuk memiliki anak banyak, maka harus diikuti dengan kerja keras untuk mencukupi kebutuhan mereka serta mempersiapkan masa depan yang baik untuk hidup mereka di kemudian hari. Jangan sampai yang terjadi adalah gara-gara tidak ada kegiatan dan hiburan di malam hari, suami istri lebih banyak kegiatan dalam kamar di rumah.

Akibatnya lahirlah anak yang di luar perencanaan. Karena di luar perencanaan dan di bawah batas kemampuan ekonomi, ditambah daya juang memperbaiki ekonomi juga lemah, maka masa depan anak-anak tersebut tidak mampu mereka siapkan dengan baik. Anak-anak mereka tidak memperoleh pendidikan yang memadai atau putus di tengah jalan, mereka gagal memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Hal ini terjadi dan berulang terus menerus. Satu generasi melahirkan dua, tiga, empat atau lima generasi yang tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Jika hal ini terus dibiarkan jumlahnya akan terus bertambah secara deret ukur seperti teori yang dikemukakan Maltus. Dari satu menjadi empat, empat menjadi enam belas dan seterusnya.

Mata rantai seperti ini harus segera dipangkas. Membina keluarga haruslah berencana dan bertanggung jawab. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi di Sumatera Barat. Tegakah kita melahirkan dan membiarkan lahirnya generasi seperti contoh di atas tadi?

Singgalang 15 Februari 2013