25 Juli 2012

LAPORAN KEUANGAN 2011: Sumbar Kembali Raih WDP

PADANG – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan Pemprov Sumbar 2011. Opini ini sama dengan 2010, karena BPK masih menemukan beberapa kesalahan yang sama.

“Tanpa mengurangi keberhasilan yang sudah dicapai Pemprov pada 2011 dalam laporan keuangan, kami masih menemukan beberapa kesalahan yang berulang,” kata Kepala BPK RI Perwakilan Sumbar, Betty Ratna Nuraeny dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD, Senin (23/7) di ruang sidang utama DPRD.

BPK disampaikannya masih menemukan sejumlah kesalahan pada penganggaran dan realisasinya,terutama terkait belanja modal yang mencapai Rp39,7 miliar. Kemudian investasi aset tanah yang tidak disesuaikan dengan harga wajar pada saat peroleh tanah sesuai standar akuntasi pemerintah. Aset tanah tersebut masih dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2010 yang pada waktu penilaian dilakukan senilai Rp153,66 miliar.

“Dari itu, Pemprov melalui inspektorat kami minta agar lebih mengawasi dan melakukan pengendalian,” sarannya.

Kelemahan yang juga menyebabkan opini WDP adalah karena Pemprov menyajikan nilai penyertaan modal pada PT BCS sesuai nilai aset yang diserahkan berdasarkan hasil penilaian perusahaan jasa penilai (appraiser) per 30 Desember 2011, yakni Rp125,54 miliar. Kelemahan pertama, karena saat appraiser melakukan inspeksi untuk tujuan penilaian terdapat aset yang diinspeksi berupa gedung masih dalam proses pengerjaan dengan nilai kontrak Rp25,73 miliar. Kemudian 7 Desember 2011, nilai kontraknya diaddendum menjadi Rp28,04 miliar. Sementara gedung baru dapat diselesaikan pekerjaannya 24 Desember 2011. 

Kelemahan kedua, terkait kepemilikan Pemprov pada PT BCS melebihi 50 persen, sehingga penyajian nilai penyertaan modal seharusnya menggunakan equity method, bukan cost method seperti yang dilakukan pemprov.

Hal lain yang menyebabkan status WDP, karena Pemprov tidak menyajikan aset tidak berwujud yang merupakan bagian dari kelompok aset lainnya dalam neraca per 31 Desember 2011. Pemprov mengadakan dan memiliki software maupun hasil penelitian, namun tidak melaksanakan pencatatan yang memadai dan tidak melakukan inventarisasi terhadap sofware dan hasil itu tidak disajikan dalam aset tidak berwujud.

“BPK mengindentifikasi keberadaan sofware dan hasil penelitian minimal senilai Rp6,51 miliar pada enam satu kerja pemprov yang seharusnya diakui sebagai aset tak berwujud,” kata Betty.

Pemprov disampaikan Betty telah melaporkan Investasi Non Permanen Lainnya Rp10,46 miliar. Namun hal itu belum berdasarkan nilai yang dapat direalisasikan (net realizable value) sesuai standar akuntansi pemerintah.

“Belum ada kebijakan pemprov yang mengatur tentang metode penyajian investasi non permanen,” katanya lagi.

Sementara permasalahan terkait kepatuhan perundang-undangan juga menjadi temuan BPK, antara lain pada belanja bantuan sosial minimal Rp21,325 miliar yang diberikan kepada pihak-pihak yang tidak mempunyai risiko sosial. Seterusnya pajak kendaraan bermotor atas kendaraan bermotor yang tidak mendaftar ulang pada saat jatuh tempo dan telah kadaluarsa penagihannya mencapai Rp23,910 miliar. Selanjutnya, kekurangan volume pekerjaan Rp658,285 juta pada pembangunan lanjutan kantor penghubung.

Walau masih WDP, BPK tetap memberikan apresiasi atas upaya dan kerja keras pemprov. Dibandingkan 2010, laporan keuangan 2011 telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, yakni jumlah akun yang tidak wajar (pengecualian) mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian pengungkapan informasi keuangan dana Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sudah mengalami perbaikan.

Rekomendasi
Betty menyebutkan, rekomendasi yang diberikan BPK harus ditindaklanjuti paling lambat 60 hari sejak penyerahan LHP ke DPRD Sumbar. “Rekomendasi ini tidak akan ada manfaatnya jika tidak ditindaklanjuti dengan efektif. Untuk itu, kami harapkan laporan keuangan yang belum sesuai ditindaklanjuti sesuai dengan tata tertib keuangan dan taat pada Undang-Undang,” pesannya.

Gubernur Irwan Prayitno usai rapat paripurna tersebut, tetap bersyukur mendapat opini WDP. “Alhamdulillah masih WDP. Bila dibandingkan 2010, itemnya sudah berkurang meski ada beberapa hal yang masih menjadi catatan,” katanya.

Dia optimis dengan berbagai perubahan dan pengendalian yang dilakukan, pada APBD 2012 akan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian seperti harapannya pada 2011 lalu.

“Kami tetap melakukan pengendalian, bahkan sejak mendapatkan draft LHP BPK ini pada minggu lalu, kami sudah melakukan pengendalian dan insya Allah sudah selesai sesuai waktu yang diberikan, yakni dua bulan dari sekarang,” katanya.

Ketua DPRD Yultekhnil menilai upaya pemprov mendapatkan opini WTP sudah ada. Sayangnya masih tersandung dengan beberapa masalah serupa, terutama masalah aset dan bantuan sosial. Untuk itu, terkait aset, dia meminta pemprov melalui Biro Aset benar-benar bekerja dengan baik, sehingga masalah ini tidak lagi menjadi batu sandungan dalam meraih WTP.

Untuk menindaklanjuti LHP ini, DPRD juga sudah membentuk pansus yang beranggotakan 12 anggota DPRD .(104)

Singgalang 24 Juli 2012